Jambu Air (Water Apple; Bell fruit)
Nama ilmiah: Syzygium samarangense (Blume) Merrill & Perry; Eugenia javanica
Berasal dari Asia Tenggara, jambu air umumnya berupa perdu
dengan tinggi tanaman 3-10 m.
Tanaman jambu air akan tumbuh baik di daerah
dengan curah hujan rendah, sekitar 500–3.000 mm/tahun dan musim kemarau lebih dari 4 bulan.
Intensitas cahaya matahari yang ideal adalah 40– 80%. Suhu yang cocok untuk
per-tumbuhan tanaman adalah 18-28oC dan kelembaban udara 50-80%.
Daun bertipe tunggal tidak lengkap karena hanya memiliki
tangkai dan helaian daun, lazimnya disebut daun bertangkai. Daun tunggal
terletak berhadapan, bertangkai 0,5-1,5 cm. Helaian daun berbentuk jorong dengan
ukuran 7-25 x 2,5-16 cm.
Buah bertipe buni, seperti buah pir yang melebar
dengan lekuk atau alur-alur dangkal membujur di sisinya, bermahkota kelopak
yang melengkung berdaging dengan ukuran 3,5-4,5 x 3,5-5,5 cm. Bagian luar buah
mengilap seperti lilin, berwarna merah, kehijauan atau merah-hijau kecoklatan.
Daging buah berwarna putih, berair, bagian dalam seperti spons, aromatik, dengan rasa manis atau asam manis.
Jambu air
memiliki khasiat dalam mengobati penyakit ginjal, membantu menyehatkan mata
karena mengandung banyak vitamin A, dan vitamin C yang terkandung didalamnya
berperan dalam mempercantik kulit, dan sebagai antioksidan.
(Sumber: Hermanto Catur, dkk, 2013, Keragaman dan Kekayaan Buah Tropika
Nusantara, BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN)
Jalah satu varietas jambu Air yg saat ini sedang naik daun adalah Jambu Madu Deli Hijau (MDH). Jambu ini banyak dikembangkan di
Stabat Sumatera Utara. Jambu yg sangat dijaga sangat ketat oleh pengebun
keturunan China ini, sampai-sampai utk masuk dan keluar kebun, karyawan yg
bekerja di situ dilakukan pemeriksaan agar entres tidak keluar. Jambu MDH oleh
keturunan China tsb langsung diekspor.
Asal usul Jambu MDH
MDH menurut Bp. Sadikin petani
Stabat dan bekerja di perkebunan keturunan China tsb sbgm diceritakan langsung
kpd ana bhw MDH pertama kali masuk ke Indonesia dibawa oleh seorang perempuan
tua keturunan China yg tinggal di Deli Tua. Dia membawa MDH dari Taiwan.
Pengebun keturunan China mendapatkan entres dari perempuan tua tersebut. Oleh
pengusaha keturunan China tersebut jambu MDH dikebunkan di Stabat sejak 2006 dg
dikelilingi tembok dan dijaga anjing agar tdk semua orang mudah masuk dan tidak
terjadi pencurian entres.
Jika dari buahnya, kita tdk bisa memperbanyak secara
generatif krn jambu ini tidak ada bijinya dan perbanyakan generatif juga
memberikan turunan yg belum tentu sama dg induknya. Agar entres tdk keluar,
setiap dilakukan pemangkasan tajuk, sampah bekas potongan tajuk langsung
dibakar di kebun tersebut dan ini bisa bertahan sampai sekitar 6 tahun.
Menurut Bp.
Sadikin krn sampah bekas potongan tajuk yg semakin lama semakin banyak mk
pembakarannya ada yg kurang sempurna shg sekitar tahun 2012 an ada entres yg
bisa diselamatkan oleh Bp. Sunardi yg diambil dari tempat pembuangan entres yg
sdh dibakar.
Oleh Bp. Sunardi entres tsb dipelihara dan diperbanyak serta
didaftarkan ke dinas terkait shg mendapatkan sertifikat resmi dari pemerintah.
Pensertifikatan ini menjadikan Bp. Sunardi sebagai penemu Jambu MDH.
Jambu Madu Deli Hijau
(Sumber foto: Isto Suwarno, 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar